Pencarian Di blog Indah

Gedung Bekas Restoran Oleh Indah



Sekitar 15 tahun restoran mewah itu ditutup. Masih teringat ketika Fiona berumur 10 tahun Ayahnya, Pak Darto yang merupakan pewaris dari restoran tersebut mengajaknya kesana. Namun karena adanya persaingan yang terjadi antara restoran mewah tersebut dengan restoran-restoran fast food, akhirnya Pak Darto kalah bersaing. Dengan berat hati, Pak Darto harus menghentikan usahanya. Bahkan sekarang pun Pak Darto tidak mampu untuk membayar pajaknya. Namun demikian Pak Darto enggan untuk menjualnya dan melarang istrinya, Yanti serta anaknya, Fiona untuk menjualnya. Setahun setelah bangkrutnya restoran tersebut Pak Darto mengalami stroke, ia harus rutin melakukan terapi, tetapi belum juga ada perkembangan yang berarti. Beruntung Ibu Yanti memiliki keahlian untuk membuat kue, diajarkannya kepada Fiona dan setiap sebelum berangkat sekolah Fiona menitipkannya ke warung-warung. Bahkan pada hari minggu dan hari libur Fiona sendiri yang membuat kue-kue itu. Semasa sekolahnya Fiona kadang membawa beberapa kue untuk dijualnya kepada teman-temannya. Dengan hasil penjualan itu sebagian ia tabung untuk membuka usaha toko Kue dan Catering. Karena Ibunya tidak akan mampu membiayai kuliahnya. Akhinya ia memutuskan untuk menjadi seorang wirausaha.

Fiona masih memandangi gedung bekas restoran itu. Lamunannya lenyap ketika seorang wanita muda menghampirinya.

"Bu, bisa order catering untuk 50 orang tidak? Untuk Rabu depan."

"Iya bisa. Ini menunya." Fiona menyodorkan menunya. Lalu wanita muda itu memilih menu-menu yang di inginkannya.

"Bisa diantar langsung ke kantor, Bu?"

"Iya bisa. Silahkan tulis alamatnya disini," jawab Fiona sambil memberinya kertas dan pulpen. "Jadi nanti bertemu dengan Ibu Ratih ya?" Tanya Fiona, setelah ia membaca kertas yang sudah ditulis oleh wanita muda itu.

"Iya. Dengan Ibu Ratih. Saya sendiri, Jadi totalnya keseluruhannya berapa?" tanyanya tersenyum.

"Sekian ya totalnya, Bu," Fiona menunjukan sejumlah angka di kalkulatornya.

Lalu Bu Ratih mengeluarkan sejumlah uang dan menyerahkannya kepada Fiona.

"Lunas ya Bu," ujar Fiona setelah menghitungnya. "Sebentar saya buatkan kwitansinya."

Lalu Fiona menuliskan bukti pembayaran dan menyerahkannya pada Bu Ratih.

"Baik, ditunggu Rabu depan ya Bu Ratih."

"Terima kasih sebelumnya, Ibuu ... Siapa ya?

"Saya Fiona."

"Oh iya terima kasih Bu Fiona."

Lalu Bu Ratih pergi. Sejak hari ini Fiona dan Ratih mulai sering berkomunikasi lewat Messenger dan Social Media.

Suatu hari Ratih berkunjung ke toko Fiona.

"Hai Ratih, Apa kabar?"

"Aku baik, Fiona. Kamu, apa kabar?"

"Aku juga baik. Ayo duduk disini. Kita ngobrol. Kamu mau apa? Gratis, tidak usah bayar, khusus menyambut kedatanganmu."

"Ah kamu bisa aja. Aku, teh hangat saja. Aku baru sarapan."

"Sebentar aku buatkan teh hangat untukmu."

Tak beberapa lama Fiona datang membawakan teh hangat untuk Ratih.

"Begini, Fiona. Temanku, Bram, dia bekerja disalah satu departemen pemerintah. Dia ditugaskan menyediakan catering untuk 1000 orang termasuk snacknya juga. Kira-kira kamu sanggup tidak?"

"Memang kapan acaranya?"

"Aku kurang tahu juga. Tapi kalau kamu sanggup, aku akan minta Bram untuk datang ke toko."

"Baiklah. Aku sanggup," kata Fiona. Fiona berpikir ini adalah rejeki dari Tuhan, mungkin uangnya nanti dapat digunakan untuk pengobatan Bapak.

Esok paginya, baru saja Fiona buka tokonya. Lalu datanglah seorang pria tinggi dan besar.

"Ibu Fiona ya?

"Iya benar. Saya sendiri. Ada apa ya?"

"Saya Bram, temannya Ibu Ratih."

"Oh iya, saya ingat. Ratih sudah bilang pada saya. Silahkan duduk Pak Bram."

Lalu Bram duduk di kursi yang telah disediakan Fiona.

"Mau minum kopi Pak Bram?"

"Iya boleh."

"Sebentar saya buatkan."

Fiona membuatkan Bram kopi dan membawanya ke meja Bram.

"Begini Bu Fiona Di kantor saya sedang membutuhkan catering untuk 1000 orang beserta snacknya. Oh iya sebagai catatan akan hadir Pak Presiden beserta Wakilnya. Jadi diharapkan kualitas masakannya istimewa."

"Baik Pak Bram. Kapan acaranya, Pak?"

"Sekitar sebulan lagi. Tanggal 2 Mei."

"Silahkan pilih menu masakan dan snacknya."

"Baiklah saya akan pilih. Tapi apa bisa untuk dekorasi juga dari pihak Ibu Fiona?"

"Hmm.." Sejenak Fiona berpikir mengenai penawaran dekorasi itu. Dan akhirnya ia mengiyakan, begitu teingat pada teman sekolahnya yang membuka usaha dekorasi pernikahan. "Baiklah, saya bisa untuk dekorasi juga. Temanya apa?"

"Temanya merah putih, Bu. Jadi berapa total biayanya, Bu?"

"Untuk saat ini saya baru dapat menyediakan harga untuk catering dan snacknya saja. Dan untuk dekorasinya, saya harus hitung-hitung dulu. Bagaimana?"

"Baiklah. Berapa total biaya cateringnya?"

Fiona menunjukkan angka-angka itu dikalkulator.

"Baiklah, saya akan memberikan cek untuk 50% dari total biaya cateringnya. Sisanya saya akan bayar setelah acara selesai."

"Oke, saya akan buatkan kwitansinya diatas materai ya Pak."

"Baiklah Bu Fiona."

Sore itu juga Fiona segera menghubungi Mira, teman sekolahnya yang memiliki usaha dekorasi pernikahan.

"Halo Mira. Ini Fiona."

"Hai Fiona. Ada apa?"

"Bisa aku ke rumahmu sekarang?"

"Bisa. Kebetulan sekarang aku di rumah."

Fiona bergegas menutup tokonya lebih awal dari biasanya dan berangkat menuju rumah Mira dengan ojek online. Sesampainya di rumah Mira.

"Hai Fiona. Ada apa? Sepertinya ada masalah penting sekali nih."

"Iya Mira. Langsung aja ya. Kamu bisa ga dekorasi ruangan untuk para pejabat dari pemerintahan?

"Kira-kira ruangannya luasnya berapa?"

"Cukup luas sih. Karena sekitar akan ada 1000 orang yang datang termasuk Pak Presiden dan Wakilnya."

"Oh, ada Pak Presiden juga ya? Aku kasih diskon deh. Siapa tahu kalau kamu dapat order seperti ini lagi, nanti kamu bisa langsung menghubungi aku."

"Oke Mira. Tapi jadi berapa kira-kira biayanya? Oh iya temanya merah putihnya ya."

"Sebentar, aku hitung dulu ya," jawab Mira mengambil kalkulator dan mulai menghitungnya.

"Kira-kira segini," Mira menunjukkan deretan angka di kalkulatornya.

"Baiklah. Aku setuju."

Akhirnya mereka berdua berjabat tangan. Lalu Fiona berpamitan pulang.

Sesampainya di rumah, Fiona berpikir bagaimana strategi untuk mengatur pengelolahan masakan dan penyediaan karyawan. Lalu Fiona berpikir menawarkan kepada ibu-ibu di sekitar rumahnya untuk jadi juru masaknya dan juga para laki-laki di sekitar rumahnya untuk menjadi petugas antar. Fiona pun mulai memesan sewa mobil box untuk pengiriman cateringnya.Tiga minggu sebelum hari H, Fiona sudah mendapatkan semua yang ia butuhkan, mulai dari pembelian beberapa kompor dan peralatan masak lainnya, sumber daya manusia dan juga alat transportnya. Ini adalah pertama kalinya Fiona mendapatkan pesanan catering yang besar.

Namun tiga hari menjelang hari H, Fiona mendapatkan kabar bahwa pemilik mobil box yang sudah ia sewa membatalkannya, dengan alasan ada pihak yang ingin menyewa mobil box itu untuk beberapa hari sekaligus dengan harga sewa yang lebih tinggi. Jadi jika Fiona ingin menyewanya, Fiona harus berani menyewa dengan harga sewa berkali-kali lipat dari persetujuan sebelumnya. "Bapak, bagaimana sih? Kita kan sudah deal. Tapi kenapa kasih ke orang lain juga?!" Tanya Fiona marah di telepon. Tapi Fiona sadar bahwa ia juga salah karena ia tidak memiliki surat perjanjian bermaterai saat transaksi sewa mobil box itu. Akhirnya Fiona berpikir untuk mulai mencari penyewaan mobil box lagi. Namun hasilnya nihil. Kebanyakan penyewaan mobil box untuk tanggal 2 Mei sudah dipesan.

Sepulangnya dari toko, tepatnya di gang rumah Fiona. Ia berpapasan dengan seorang ibu, tetangganya yang nanti akan jadi salah satu juru masak untuk cateringnya.

"Malam Bu Darsih."

"Malam Bu Fiona. Baru pulang ya?"

"Iya Bu. Ngomong-ngomong Ibu Darsih punya kenalan yang bisa menyewakan mobil box ga?"

"Oh Mobil Box ya Bu?" Sejenak Bu Darsih berpikir sambil berusaha mengingat-ingat. Dan ia berkata, "Coba Bu, di sepanjang jalan teratai raya kebanyakan menyewakan mobil termasuk ada juga mobil box."

"Terima kasih informasinya ya Bu Darsih. Mungkin besok saya akan mencarinya. Oh iya jangan lupa Bu Darsih besok ke rumah saya, bantu masak-masak."

"Iya Bu Fiona. Saya pasti datang."

Esok pagi ibu-ibu sudah berdatangan dan siap untuk memasak. Fiona memberikan sedikit arahan kepada mereka, sebelum dia berangkat mencari penyewaan mobil box. Fiona melihat Pak Darto sudah duduk dikursi rodanya. Sepertinya Beliau ingin menyampaikan sesuatu, tapi sulit karena stroke-nya. "Sudah Pak, jangan dipaksakan bicara. Jika Tuhan mengijinkan minggu depan Bapak bisa melanjutkan terapi Bapak lagi. Fiona dapat pesanan besar, Pak. Mohon restunya ya," ujar Fiona memeluk Pak Darto yang berada dikursi roda. Air mata Pak Darto tak terasa berlinang. Ia terharu atas perjuangan anak perempuan satu-satunya itu. Fiona mengusap air mata Pak Darto dengan jarinya, seolah-olah Fiona ingin menghapus segala penderitaan Pak Darto belasan tahun ini. Ibu Yanti yang sejak tadi memperhatikan peristiwa Bapak dan Anak tersebut dari sudut ruangan pun ikut terharu. Lalu ia mendekati mereka berdua.

"Sudah, kamu pergi ke toko sana. Nanti telat buka tokonya," sahut Bu Yanti.

"Hari ini aku ga buka toko dulu, Bu. Aku mau cari sewa mobil box dan ikut bantu masak."

"Lho bukannya sudah dapat mobil boxnya?"

"Mereka membatalkannya."

"Lho bagaimana bisa? Kan sudah sepakat."

"Sudahlah, Bu. Fiona juga yang salah. Fiona ga pakai surat perjanjian. Jadi dia seenaknya membatalkan. Makanya sekarang Fiona mau cari lagi."

"Baiklah. Semoga semua dilancarkan ya, Nak. Jangan lupa berdoa dan bersyukur pada Tuhan."

"Baik, Bu." Lalu Fiona mencium tangan Ibu dan Bapaknya. Setelah itu ia berangkat.

Fiona menyusuri sepanjang jalan teratai raya dan selalu kalimat yang ia dengar adalah, "Maaf Bu, untuk sewa mobil box tanggal 2 Mei sudah dipesan." Namun Fiona pantang menyerah, ia teringat pada pengobatan Bapaknya. Akhirnya ia berhasil mendapatkan mobil box itu, ditambah pemiliknya ramah. Segera Fiona memberikan surat perjanjian bermaterai agar kesepakatan tidak dapat dibatalkan lagi secara sepihak. Sesampainya dirumah, Fiona langsung mengawasi ibu-ibu yang sedang memasak dan sesekali ikut membantu terutama untuk snack. Sekitar jam 12 malam mereka baru selesai memasak dan merapihkan dapur.

Pada hari H, pagi-pagi sekali mobil box beserta supirnya datang. Lalu Fiona memerintahkan para pegawai laki-lakinya untuk memasukan masakan dan snacknya ke dalam mobil box. Mereka semua berangkat menuju ke gedung yang dituju. Mira sudah sampai disana terlebih dulu dan karyawannya sedang mendekorasi ruangan itu. Fiona pun segera menata hidangan diatas meja yang sudah disediakan. Semua berjalan lancar dan Bram puas dengan hasil kerjanya. Setelah pesanan besar itu, Fiona kebanjiran pesanan-pesanan lainnya. Bahkan ia mampu membayarkan tunggakan pajak beserta denda dari gedung bekas restoran keluarganya itu. Lalu merenovasinya dan membuatnya menjadi toko Kue dan Catering yang besar dilengkapi dengan arena permainan anak. Ia juga menyewakan sebagian lahan dari gedung itu pada beberapa tenant toko pakaian.

Beberapa tahun sejak toko Kue dan Catering Fiona beroperasi di gedung bekas restoran tersebut, Pak Darto meninggal dunia. Namun Fiona bahagia sudah mampu mewujudkan impian Bapak dengan membangun ulang bisnis keluarga diatas lahan gedung bekas restoran tersebut. Walau dengan jenis bisnis yang berbeda.

(TAMAT)



Tidak ada komentar: